Ulah Direktur Utama Gelapkan Uang, RS Ariya Medika Hampir Gulung Tikar
Pena7.com, Jakarta- Ironis memang,seorang Direktur Utama melakukan melawan hukum dengan menggelapkan uang miliaran rupiah,mengakibatkan RS Ariya Medika hampir gulung tikar alias bangkrut. Ulah Direktur Utama Hartanto Jusman sebagai tersangka ini, kembali akan di sidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang,begitu informasi yang dihimpun Pena7.com, Jumat (25/1).
Adalah Suherman Mihardja, SH, MH sebagai saksi pelapor kasus dugaan penggelapan uang perusahaan senilai Rp 7.000.000.000, (Tujuh Miliar Rupiah) yang dilakukan oleh terdakwa Hartanto Jusman dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu lalu (23/1/2019).
Di hadapan Majelis Hakim pimpinan Dr .I. Ketut Sudira SH, MH, ia menceritakan perbuatan terdakwa selaku Direktur Utama PT Bumi Sejahtera Ariya ( PT BSA ) yang mana karena perbuatanya RS Ariya Medika terancam bangkrut.
“Bahwa perbuatan dari Direktur Utama PT BSA tersebut dengan memindahkan uang perusahaan ke rekening pribadi sebesar Rp 7 Miliar, kemudian terdakwa kabur dari Indonesia selama 7 bulan tanpa diketahui keberadaannya hingga Febuari 2018 baru kembali ke Indonesia setelah dideportasi oleh pihak imigrasi Malaysia karena melebihi batas waktu tinggal,” ungkap Suherman Mihardja.
Sebelum mengambil langkah hukum, Suherman Mihardja yang juga Pengacara, telah berusaha menghubungi terdakwa dan keluarganya namun tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Kemudian ditindak lanjuti dengan mengirimkan somasi via pesan WhatsApp (WA) pada Hp terdakwa sebanyak 2 kali yaitu tanggal 3/7/2017 dan 17/7/2017 untuk segera mengembalikan dana milik perusahaan. Lantaran tidak ada tanggapan itikad baik dari terdakwa Hartanto Jusman, Suherman Mihardja SH.MH yang juga sebagai Direktur di perusahaan PT BSA tersebut kemudian melaporkan ke Polres Metro Tangerang tertanggal 7/8/2017.
Pada persidangan, Suherman Mihardja menjelaskan mengenai kepemilikan saham di perusahaan PT BSA. Tercatat 3 orang pemegang saham yaitu Mareti Mihardja ( Komisaris) yang juga kakak kandung Suherman Mihardja dan istri dari Hartanto Jusman memiliki 250 saham, dan terdakwa sebagai Direktur Utama memiliki 175 Saham, Suherman Mihardja sebagai Direktur memiliki 75 saham.
“Akibat perbuatan terdakwa tersebut perusahaan PT BSA, tidak mempunyai dana operasional, baik untuk biaya pembayaran jasa medis, gaji karyawan dan obat, sehingga saya harus menggunakan uang pribadi untuk melanjutkan operasional pelayanan di bidang kesehatan terhadap masyarakat di RS Ariya Medika,” jelasnya.
Ia mengatakan, sejak perusahaan ini berdiri sampai adanya masalah tersebut, dirinya tidak ikut dalam operasioanal dan management, karena sepenuhnya diserahkan kepada terdakwa dan kakaknya Mareti Mihardja. Termaksud dalam melakukan proses pembayaran yang melakukan pembukaan cek dan giro atas nama PT BSA.
“Bahwa terdakwa selalu memindahkan uang dari rekening PT BSA ke rekening pribadinya setiap akhir bulan dan disetorkan kembali ke rekening PT BSA pada awal bulan, namun hasil dari pemindahan dana tersebut terdakwa mendapat keuntungan bunga, dan keuntungan bunga tersebut tidak diserahkan ke perusahaan karena hanya pokoknya saja,” ungkap Suherman.
Suherman juga menjelaskan, bahwa Mareti Mihardja (Komisaris) PT BSA istri terdakwa mengalami sakit selama 2 hari, namun baru dibawa ke RS Mayapada pada tanggal 21 Juni 2017 atas perintah dirinya kepada Hartanto Jusman. Namun karena kondisinya sudah parah, sehingga Mareti Mihardja dinyatakan dalam keadaan koma, mengalami stroke dan dimasukan ke unit ICU, akhirnya meninggal dunia pada tanggal 22 September 2017.
“Pada saat istri terdakwa meninggal dunia, terdakwa tidak mengetahuinya, karena sejak terdakwa memindahkan dana perusahaan ke rekening pribadi pada tanggal 22 Juni 2017, keesokan harinya terdakwa kabur meninggalkan istri dan anak serta perusahaannya, selama 7 bulan ke luar negeri dan baru kembali Febuari 2018,” papar Suherman.
Dalam Perkara ini, JPU menjerat terdakwa Hartanto Jusman ( 56 ) dengan Pasal 374 dan 372 KUHP atas perbuatanya menggelapkan uang milik perusahaan senilai Rp 7 miliar. (Delly M)