Mengetahui Mantra dan Ilmu Magis Dalam Budaya Masyarakat Tirtayasa, Serang, Banten
Pena7.com, Serang- Tirtayasa adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Serang, letaknya sekitar 25 km di timur kota Serang. Kata “Tirtayasa” merupakan gelar yang diberikan kepada raja Banten, yakni Abul Fath Abdul Fattah (1651 – 1672).
Pemberian gelar dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa kepada Abul Fath Abdul Fattah, berkaitan dengan perannya merencanakan dan melaksanakan pembangunan di bidang pertanian dan pengairan. Saluran air yang mudah dilayari perahu-perahu kecil digali sepanjang jalan kuna, yakni dari sungai Untung Jawa Tanara hingga Pontang. Pembangunan saluran air buatan ini tidak hanya dipergunakan untuk perhubungan yang mungkin dilalui perahu-perahu kecil saat peperangan melawan Belanda, tetapi juga mempunyai fungsi yang berhubungan dengan kemakmuran rakyat.
Irigasi yang berada di kanan – kiri saluran, sangat penting bagi sawah-sawah yang sebagian besar baru dibuka. Oleh karena usaha yang dilakukannya tersebut, Abul Fat Abdul Fattah mendapat gelar Sultan Ageng Tirtayasa. Tirta berarti air, yasa berarti merencanakan atau membangun. Dengan demikian, Tirtayasa mengandung arti perencanaan atau pembangunan irigasi untuk kepentingan pertanian sekaligus pertahanan.
Reputasi Banten sebagai tempat bersemayamnya ilmu-ilmu magis sudah di kenal luas. Banyak orang di luar Banten, yang ketika menyebut Banten, konotasi yang muncul dalam pikiran mereka adalah sebuah daerah yang penuh dengan praktek dan ilmu magis. Oleh karena itu sering kali di temukan beberapa orang di luar Banten yang memiliki ilmu magis tertentu, menyatakan ilmu magis yang mereka miliki berasal dari daerah Banten. Hal inilah yang memperkuat citra Banten sebagai pusat praktek magis. Tidak heran jika kemudian, banyak literature dan hasil penelitian tentang Banten, sedikit banyak membahas tentang reputasi Banten sebagai the central spot of magical practices. Dalam hal ini, Martin Van Bruinessen dalam bukunya Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi Islam di Indonesia menyebut Banten sebagai ‘a heaven of the occult sciences’ (1995: 176)
Berdasarkan penjelasan di atas, berbicara tentang mantra magis di banten menjadi subjek yang menarik untuk di kaji karena beberapa alasan. Pertama, Banten sebagai sebuah daerah yang dikenal dengan praktik magisnya, tentu memiliki keanekaragaman mantra magis. Kedua, sebagian besar mantra yang tersebar dalam budaya masyarakat Banten tersimpan dalam memori orang-orang tertentu, hanya sedikit yang mencatat tentang mantra magis yang mereka miliki atau mereka ketahui, hal ini di khawatirkan akan punah oleh arus modernisasi yang lebih dominan, sehingga budaya ini kalau tidak segera di tulis dan di dokumentasikan`niscaya akan hilang dan tidak berbekas. Ketiga, beragam mantra hingga saat ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat Banten untuk berbagai keperluan, terutama untuk mengobati penyakit. Dan banyak bukti empiris yang menyatakan besarnya pengaruh dan manfaat magis bagi masyarakat. Berbagai jenis mantra ini, jika di tulis dan di bukukan, bukan hanya di jadikan bahan rujukan bagi penelitian dan bagi pengetahuan tentang budaya dan tradisi lokal, tapi juga bisa terus ditradisikan oleh generasi berikutnya yang tertarik untuk mendalami ilmu magis demi kepentingan masyarakat. (Ayatullah Humaieni)
Dalam berbagai catatan sejarah, tercatat bahwa masyarakat Banten sudah mengalami kontaks dan komunikasi yang intens dengan masyarakat dari berbagai etnis dan bangsa. Interaksi masyarakat Banten dengan dunia luar di duga sudah di lakukan sejak abad pertama masehi. Hal ini di karenakan Banten yang berada di jalur pelayaran internasional sering di lewati dan di kunjungi bangsa oleh bangsa lain seperti India, Eropa dan China. Bahkan, pada abad ke-7 M, Banten sudah menjadi salah satu tempat tujuan para pedagang dari berbagai negara dan menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang internasional. Penduduk dari berbagai wilayah di Nusantara seperti Peurlak, Demak, Cirebon dan lain sebagainya juga banyak yang berkunjung dan berniaga di pelabuhan Banten. (Ayatullah Humaeni)
Sebagai lazimnya masyarakat di daerah lain di nusantara, masyarakat banten juga pernah mengalami berbagai fase perkembangan sejarah dengan beragam corak dan karakteristik budaya dan kepercayaannya yang berbeda-beda antara satu fase dengan fase berikutnya.
Dalam beberapa catatan sejarah, perkembangan masyarakat Banten di awali dengan masa pra sejarah yang terdiri dari beberapa tingkatan kehidupan, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian (kemahiran teknik), masa hindu Budha, masa kesultanan Islam banten, masa Kolonial, Masa Kemerdekaan, dan masa Banten menjadi provinsi hingga saat ini.
Sikap akomodatif dan toleransi para penguasa Banten pada masa itu terhadap keberadaan tradisi dan budaya lokal masyarakat Banten sepertinya menjadi salah satu alasan mengapa Islam dapat di terima secara luas oleh masyarakat Banten dan berkembang cukup pesat pada masa itu. Dalam hal ini, Ambary berpendapat bahwa interaksi Islam terhadap budaya lokal dan pra-Islam di Banten merupakan fenomena yang nyaris ditemui pada setiap segmen budaya di Banten (1996: 119-120).
Praktik-praktik magis masyarakat Banten pra-Islam mendapat legitimasi pentransmisian dan pewarisannya sehingga masih di yakini dan di praktikan oleh masyarakat Banten hingga sekarang karena adanya ayat-ayat yang menjelaskan keberadaan dunia supranatural dan dunia gaib baik dalam proses penciptaan manusia dan dalam proses kehidupan manusia. bahkan tuhan sendiripun dalam Islam dianggap sebagai Zat yang Maha Gaib, yang tidak bisa di lihat oleh indera manusia. begitu juga malaikat, jin dan makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain yang di anggap mewakili eksistensi keberadaan dunia lain yang abstrak yang tidak terjangkau oleh penelitian empiris.
Berkaitan dengan kekuatan gaib yang di hasilkan dari mantra, Malinowski berpendapat bahwa mantra merupakan bagian paling penting dari magis. Mantra adalah bagian magis yang bersifat gaib, yang menyatu dalam ritual magis, yang diketahui hanya oleh si praktisi magis. Bagi masyarakat pribumi, ilmu magis sama artinya dengan ilmu mantra, dan dalam sebuah analisis dari suatu tindakan sihir akan selalu ditemukan bahwa ritual berpusat diseputar ucapan mantra. Formula magis atau mantra selalu menjadi inti dari performance magis (Malinowski 1955: 74)
Jenis-jenis mantra yang di temukan di masyarakat Tirtayasa, Serang-Banten diantaranya;
- Mantra welas asih atau semar mesem
Formula magis yang berfungsi untuk welas asih ini di yakini dapat membangkitkan karisma, aura, dan wibawa si pengguna. Dengan mewiridkan mantra dan doa jenis ini, di yakini akan banyak orang yang mencintai, menyukai, dan mengagumi terhadap si pengguna.
A. Welas Asih; Sir asah sir asih ti luhur sa usap rambut ti handap sa usap dampal nur cahayane kanjeung nabi yusuf a.s sing manjing ning awak isun laa Haula wa la kuwwata illa billah (Kusni, 54 Tahun, Ds. Sujung, Kec. Tirtayasa, Serang, Banten)
B. Semar Mesem ; Guyu guyu semar Aku teka di geguyu aku lunga di tangisiTuka mereres tuka micik ku awaku-ku awaku aku semar-aku semar Kesemaran atine si (Nama orang yang di tuju/hajat) ing badan isun Mangka welas mangka asih Mangka asih atine si (Nama orang yang di tuju) ing badan isun (Surya, Ds Kedawung, Kec. Tirtayasa, Serang, Banten).
2. Mantra Khizib Akbar
Untuk bisa menggunakan mantra tersebut, pengguna harus melakukan beberapa jenis ritual, seperti puasa 7 hari dan wirid di malam hari. Ketika menggunakan mantra ini, di yakini pengguna akan kebal bacok, tembak, dan terlindung dari gangguan jin.
Ya Allah Ya Allah Ya Allah Hual jalilul akbar Wamuhibbatan alal makhluki bil ajhar
Walfanaa ifii minkulli disarrin bi khoulika bi kuwwatika biqudrotika bihakkil adziin
Allahuakbar birohmatika yaa arhama rohimiin (Tibi, 58 tahun, Ds Lontar, Kec. Tirtayasa, Serang Banten)
- Kulhu Geni
Mantra ini di yakini bisa membakar jin, anti air keras, menyembuhkan orang kesurupan, mengobati anak kecil yang terkena gangguan gaib, dan masih banyak lagi fungsinya.
Audzubillah himinasyaitoonirrojiin Kulhu Geni Bissmillahirrohmaanirrohiin Kulhuallahu ahadukun fayakuuna masyaa Allahu qodiron Abadan abada (Hariri, 57 tahun, Ds. Tirtayasa, kec Tirtayasa, Serang, Banten).
Penulis: Muhammad Fahri