Saksi Korban Ragu dengan Kerugiannya
Pena7.com, Jakarta – Terdakwa Permata Nauli Daulay kurator dalam perdamaian antara Heindra Sunjoto dan para debitur dihadirkan kembali di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin lalu (8/4). Persidangan kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irfano menghadirkan tiga orang saksi yaitu Toni Alamsyah, Onggang Napitupulu dan Hendri .
Didalam persidangan pimpinan Ketua Majelis Hakim Didik Wuryanto, saksi Tony Alamsyah menjelaskan bahwa dirinya kenal dengan terdakwa sejak kuliah , saksi tahu bahwa terdakwa disidang gara-gara perjanjian penunjukan konsultan diajak terdakwa untuk tanda tangan. Saksi juga mengaku tidak tahu siapa yang buat dirinya hanya menandatangani. Sebelumnya pernah ketemu di hotel Santika, Kelapa Gading .
Saksi yang pernah kuliah di jurusan ekonomi ini sebenarnya berprofesi pedagang air isi ulang tidak punya keahlian sebagai konsultan, menurut saksi tidak tahu mengenai siapa yang membuat namun saksi disuruh penyidik menanda tangangani bahwa terdakwa yang buat perjanjian dan di intimidasi kupingnya di staples. Yang sebenarnya tidak tahu siapa yang membuat perjanjian tersebut. Tidak benar keteranganya yang ada di BAP polisi.
Keterangan tertulis yang diketahui Pena7.com, Kamis (11/4), pada sidang sebelumnya saksi korban Heindra Sunjoto menerangkan , terdakwa Permata Nauli Daulay telah menerima uang secara tunai sebesar Rp 10 miliar dengan perincian Rp 1,5 dua kali, Rp 2 miliar sekali dan Rp 5 miliar sekali yang jumlah keseluruhan Rp 10 miliar. Jumlah tersebut sebelumnya disepakati adalah Rp 30 milyar.
Perjanjian itu tidak terlaksana karena sisa belum dibayar . Melalui media aplikasi whatsapp (WA), pada tanggal 11 April 2018, 13 April 2018, 25 April 2018, dan 26 April 2018, dia meminta terdakwa Permata Nauli Daulay untuk kirimkan kwitansi atau tanda terima uang, termasuk tanda terima tanggal 27 Pebruari 2018 yang akan dibawa kepada Investor, tanda penyerahkan uang Rp 5 miliar dalam bentuk dolar Singapore kepada Terdakwa Permata Nauli Daulay.
Bahwa pada tanggal 15 April 2018, kira-kira pukul 18.00 WIB, Fariq Libarani Shandi menemui Hiendra Soenjoto di Hotel Sunlake, Sunter, Jakarta Utara dan Fariq Libarani Shandi menyerahkan kwitansi atau Tanda Terima Tertanggal 27 Februari 2018 tersebut kepada Hiendra Soenjoto.
Bukti bukti penyerahan uang itu diperlihatkan saksi Hiendra dipersidangan. Dan hal itu diakui terdakwa. Ketika majelis hakim menanyakan uang itu untuk jasa kurator atau jasa konsultan , kemudian Heindra menjawab ” itu untuk semua jasa kurator dan konsultan” .
Hal itu sempat membuat bingung majelis hakim.,”Jadi ruginya dimana perjanjian Rp 30 milyar sudah di berikan Rp 10 milyar dan sudah terjadi perdamaian ? ” ucap Ketua Majelis . Saksi Heindra berulang menjawab dengan jawaban yang sama , ” ya itu majelis uang yang sudah saya keluarkan,”kata Heindra .
Dari situlah terlihat saksi kesulitan menerangkan kerugian yang dialaminya . Menanggapi hal itu terdakwa mengaku bahwa uang itu adalah untuk jasa sebagai kurator dan keterangan saksi banyak yang tidak benar.
Sementara Hendri menerangkan kenal dengan terdakwa pada saat Henidra kepailitan hendra tahun 2017, ketika ada pertemuan di hotel santika karena diajak Heindra .
Hadir pada saat itu Tony , Permata Daulai dan Onggang dan terdakwa, membuat perjanjian penunjukan konsultan awalnya terdakwa yang buat dan di revisi disitu.
Saat itu ada penyerahan cek Rp 1,5 m dari Heindra yang kasih ke terdakwa namun diketahui cek nya kosong. Sementara penyerahan uang terjadi di hotel Sunlake dan pembahasan , penyerahanya terjadi di parkiran , dalam hal ini saksi mengaku menyimpulkan sendiri kalau ada penyerahan uang yang sebenarnya saksi tidak tahu tidak melihat langsung. Setelah surat di tandatangani Heindra tidak berhubungan dengan Tony .
Saat itu saksi Hendri berkapasitas masuk ke ruang verfikasi hanya sebgai penonton karena diajak Heindra . Saksi hanya tahu Heindra keluar dan masuk ke mobil terdakwa Pajero warna Hitam bawa amplop warna coklat saksi tidak lihat bungkusan itu apa jumlahnya berapa tidak tahu juga .
Terdakwa Permata Nauli Daulay didakwa dengan dakwaan alternatif atas tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena Terdakwa Permata Nauli Daulay selaku Kurator telah menerima transfer uang dari Hiendra Soenjoto Rp 10 miliar namun tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana dalam perjanjian.
(Dewi A)