September 9, 2024

Indonesia, Jepang dan Blok Masela

 

Pena7.com – Setelah Indonesia merdeka sampai usia kemerdekaan yang tua ini, Indonesia masih terbebani oleh tugasnya sebagai penerima hadiah kemerdekaan dari jepang. Repleksi ini penulis ketengahkan setelah sekian banyak sektor fundamental dari kebangunan negara Indonesia terkesan harus diserahkan pelaksanaannya kepada negara Jepang. Mulai dari monopoly otomotive, infrastruktur  jalan, korporasi perbankan/lembaga keuangan, hasil laut, dinamika militer, bisnis manufaktur, bisnis agrikultur dan terakhir yang kita lihat adalah Pengelolaan Blok Gas Abadi Masela.

Apakah ini diakibatkan terlalu mesranya sang proklamator dengan Kaisar Hirohito atau Pak Harto bekas tentara PETA?  Semua itu bisa terjawab karena jepang telah mempunyai segala bentuk prinsif dasar menjadi negara Maju dengan sistem aneksasi budaya di 1800an dan sistem monopoli industri di abad modern.

Bonus jumlah penduduk yang besar, negara mestinya mempunyai tatakelola dengan modul yang lebih konfidensial dalam pengembangan ekonomi demi kemakmuran masyarakat Indonesia seutuhnya. Karena dari gambarannya sampai 20 kali PEMILU yang akan datang, selalu saja ada para pemimpin yang hanya mengejawantahkan sistem pendahulunya yakni sebagai penerima mandat kemerdekaan dari Jepang. Padahal sejak 1944 Mc Arthur memenangkan perang di Pasifik Indonesia mestinya tidak boleh lagi menjadi tenaga romusha jepang baik Lahir maupun Bathin.

Kita bisa berkaca dari Gusdur di tahun 2000an yang mengenyahkan Jepang dengan menghabiskan Persatuan JAKARTA BEIJING NEWDELHI,  Hal senada di tahun 2013 Xi Jinping mengumumkan One Belt One Road agar supaya China modern bisa keluar dari genggaman politik ekonomi Jepang dengan membuka jalur infrastruktur jalan mega bisnis ke arah Asia Tenggara menuju Indonesia dan India serta membangun infrastuktur Raksasa di pegunungan Asia tengah menuju Eropa.

Hal lain Menteri Perdagangan AS (Navaro) setelah mendapat laporan dari Ribuan petugas Biro FBI dan Agensi CIA dalam catatan DIE UX setebal 318 halaman, berkesimpulan bahwa Jepang terdata sebagai bagian dari pihak yang memanfaatkan kelengahan Bea masuk barang di AS sehingga selama 40 tahun berturut turut terjadi depisit keuangan di AS.

Bonus jumlah penduduk yang besar serta mayoritasnya merupakan generasi muda, Rezim apapun yang berkuasa tidak bisa membangun negara dengan menafsirkan secara (dlujur:lurus) arah pijakan negara secara efisien untuk melesat maju seperti China yang membekali jurus ampuh selama 30 tahun mempunyai surplus 10 %.

Hanya ada dua rahasia kenapa bisa secepat itu China merajai ekonomi. Pertama adalah mempolarisasi sistem ekonomi dengan memberikan subsidi besar besaran terhadap industri swasta dengan modul dan sasaran ekspansi dari negara ditambah pengawasan ketat intelejen, sehingga roda ekonomi berputar lebih cepat dan tepat sasaran dikarenakan semangat ekspansi ekonomi pihak swasta China dimodali BUMNnya tetapi negara hadir dengan menapsirkan sasaran sasaran ekspansi pihak swasta tersebut.

Kedua adalah menciptakan sistem persaingan di antara provinsi provinsi yang ada, dengan pola ini maka setiap pemimpin negara di kabinet pusat harus terasa serta pernah terlibat membangun 4 Provinsi secara berturut, bahkan Xi Jinping pernah menjadi promotor bagi 4-5 provinsi di China sebelum dipromosikan menjadi pimpinan tertinggi.

Penulis mengetengahkan di atas hanya bagian dari Repleksi keras atas situasi kekinian setelah Blok Masela dikuasai 65 % sahamnya oleh Infex dalam tanpa ada kepedulian kita memperhatikan amanat Pertimbangan Pasal Program enam pasal 23A UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa segala bentuk kebijakan yang bersifat Material dari Pemerintahan harus melalui persetujuan Rakyat melalui wakil-wakilnya di DPR RI. Sehingga fungsi seorang menteri ESDM meneken sejumlah keputusan strategis harus digawangi DPR RI atau DPD RI perwakilan Maluku dapat mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengembalian keputusan Menteri ESDM karena ini semua demi kepentingan untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah Maluku serta anggota DPD perwakilan Maluku yang baru dilantik dapat menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK tentang wujud aplikasi eksplorasi Infex Jepang sejak 1998 sampai sekarang di Blok Masela sehingga dapat diketahui sudah berapa yang pernah dieksplorasi dalam jumlah kecil dan berapa besar yang masih dalam proses.

Bahwa berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 ttg minyak dan gas bumi maka jalur yang dipakai oleh Ignatius Jonan sebagai Menteri ESDM harus diaudit karena disinyalir salah kaprah karena melangkahi mekanisme KONSULTASI dengan PEMDA MALUKU sebelum menandatangani keputusan Masela.

Selain itu keberadaan Infex pernah mengelola di areal blok Masela pada beberapa tahun sebelum tapi tidak mengindahkan aturan main POD I, POD II, POD III hingga mekanisme POP, mestinya Infex setelah berhasil mengeksplorasi Blok Masela pada Tahun 2000an sudah menjalani mekanisme laporan ke pemerintah dalam bentuk POD-POP. Hal lain jika infex ingin memperbesar cakupan kerja dengan kampanye eksplorasi besar besaran seperti saat ini, infex tinggal melanjutkan POP sebelumnya menjadi POD awal dan berproses lagi menuju POP, dari sinilah dugaan indikasi penyalahgunaan wewenang menteri ESDM  tersebut.

Sebab alur regulasi  POD I diajukan kontraktor KKS (Infex) ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk dievaluasi. Dari hasil evaluasi terhadap POD I, SKK Migas memberikan rekomendasi ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, keputusan apakah POD I disetujui atau tidak berada di tangan Menteri ESDM. Peran SKK Migas dalam persetujuan POD I hanya sebatas memberikan rekomendasi. Dalam memberikan persetujuan, Menteri ESDM juga harus berkonsultasi dengan pemerintah daerah tempat suatu WK berada. Persetujuan yang dikeluarkan Menteri ESDM terhadap POD I menandai perubahan status suatu wilayah kerja (WK) dari WK eksplorasi menjadi WK produksi.

Persetujuan tersebut juga menjadi lampu hijau bagi kontraktor KKS (Infex) untuk mulai memproduksikan cadangan migas yang telah ditemukan. Mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2001, kontraktor KKS wajib mengembalikan seluruh WK ke Menteri ESDM setelah mendapatkan persetujuan POD I apabila kontraktor KKS tidak melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berakhirnya masa eksplorasi, setelah mendapatkan persetujuan POD I pada suatu WK, kontraktor KKS bisa mengajukan POD kedua dan seterusnya untuk rencana pengembangan lapangan berikutnya. Rencana tersebut meliputi lapangan yang sudah masuk dalam periode pengembangan. Berbeda dari POD I, POD II dan seterusnya tidak memerlukan persetujuan dari Menteri ESDM.

Persetujuan POD II dan seterusnya cukup diberikan oleh Kepala SKK Migas. Selain POD, kontraktor KKS mengajukan rencana pengembangan lanjutan (plan of further development/POFD) dan put on production (POP) selama mengelola WK produksi. POFD merupakan rencana pengembangan lanjutan suatu lapangan yang sudah pernah berproduksi pada reservoir yang sama.

Di lapangan tersebut, semua kegiatan pembangunan fasilitas produksi dan pengeboran yang tertuang dalam POD yang sudah disetujui sebelumnya telah dilaksanakan. Rencana pengembangan yang diusulkan dalam POFD tidak berbeda dari POD sebelumnya. Kontraktor KKS hanya menambahkan kegiatan yang tidak tercakup dalam POD sebelumnya.

Sementara POP merupakan rencana atau usaha untuk memproduksikan minyak dan/atau gas dari sumur eksplorasi pada WK produksi dengan menyambungkan rangkaian pipa ke fasilitas produksi yang sudah ada di sekitarnya. Apabila dalam perkembangannya kegiatan POP mengalami peningkatan sehingga membutuhkan tambahan sumur, pembangunan fasilitas produksi, dan lain-lain, POP semula dapat diusulkan menjadi POD. POP yang telah mendapatkan persetujuan dapat direvisi dengan pertimbangan adanya perubahan rencana pengembangan dan adanya perubahan jumlah cadangan migas yang signifikan dibanding usulan awal.

Selama masa produksi, SKK Migas tetap menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja kontraktor KKS (INFEX) dalam mengelola WK produksi. Pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja kontraktor KKS tidak hanya dilakukan pada penyusunan POD, POFD maupun POP, namun juga dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) tahunan serta otorisasi pengeluaran.

Dus, tiba-tiba tanpa ada perubahan POP ke POD pada tanggal 16 Juni 2018 terjadi Head of Agreement (HoA) di Jepang oleh Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dan Shunichiro Sugaya, President Direktur INPEX Indonesia serta disaksikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, Hiroshige Sekoulan.

Semoga atas segala bentuk penghargaan Bangsa Indonesia yang terlalu tunduk kepada Jepang selama berdasawarsa lamanya ini, mampu dihadapi oleh anak bangsa yang masih mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis : Asgar Ali Tuhulele, SH

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *