Sinergi Nawacita Indonesia – Asprindo Perkuat Kebijakan Keseimbangan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Pena7.com, Jakarta – Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi pusat perhatian bagi Pemerintahan Republik Indonesia saat ini. Di periode kepemimpinannya ke II ini, Presiden Joko Widodo dinilai terus meningkatkan keberpihakannya terhadap pengembangan usaha UMKM di Tanah Air.
Seperti diketahui sektor UMKM memegang peranan hingga 96 persen tenaga kerja di Tanah Air, bahkan saat Indonesia mengalami krisis ekonomi ditahun 1998, sektor UMKM mampu membangkitkan Indonesia keluar dari keterpurukan tersebut.
Berdasarkan data terakhir, pertumbuhan GDP kita berada pada kisaran 5,1 % dan angka itu tertinggal jauh dari Negara-negara ASEAN lainnya, seperti Kamboja, Laos dan Philipina.
Khususnya kontribusi UMKM terhadap eksport non-migas pada semester I 2019 turun menjadi 14,17 % dibanding pada pertengahan 2018 kontribusi eksport UKMK masih diangka 15,8 %.
Bahkan kontribusi eksport UMKM Indonesia hanya menempati peringkat kelima di Kawasan ASEAN, bahkan lebih rendah dari Vietnam. Pada pertengahan 2018, kontribusi eksport UMKM Vietnam mencapai 17 %, Malaysia 28 % dan Thailand 35 %, Jepang 55 % dan China 70 %.
Indonesia memiliki populasi yang paling besar di ASEAN, harusnya ini menjadi kekuatan, akan tetapi, faktanya Indonesia menjadi target pasar di Kawasan ASEAN.
Sementara itu, kondisi ekonomi dunia yang meningkatkan gonjang-ganjing akibat perang perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok mempengaruhi peluang untuk produk UMKM Indonesia.
Dari sisi kualitas sebenarnya produk Indonesia jauh lebih unggul dari Cina. Namun, belum bisa bersaing dipasar eksport dunia.
Hal tersebut menjadi pertanyaan besar “Ada apa dengan produk Indonesia, khususnya produk UMKM?”
Oleh karenanya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Bumi Putera Nusantara Indonesia (Asprindo) H. Jose Rizal mengingatkan pemerintah untuk fokus kepada pertumbuhan ekonomi. Hal itu dimaksudkan guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat yang saat ini sedang terpuruk.
Jose Rizal mengharapkan agar pemerintah dapat mengalokasikan APBN yang lebih besar untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi yang berbasis komunitas melalui pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM).
Hadirnya Asprindo sejak 28 Pebruari 2018 membawa angin segar baru dalam membangun perekonomian nasional dengan mengambil posisi sebagai mitra strategis Pemerintah dalam bidang perekonomian.
Sebagai komunitas pengusaha bumiputera berbasis UMKM, ASPRINDO siap berperan menjadi mitra pemerintah dalam merumuskan regulasi percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut melalui perumusan kebijakan percepatan ekspor UMKM ke pasar global.
Hal tersebut disampaikan Jose Rizal pada saat acara penanda tangani kebijakan keseimbangan dalam pembangunan ekonomi Indonesia kerjasama antara Asprindo dengan nawacita Indonesia di gedung departmen kementerian Koperasi dan UMKM, pada Jum’at (6/12).
Ketua Umum Sinergi Nawacita Indonesia DR. RM. Suryo Atmanto MBA, MRE dalam sambutannya mengatakan bahwa sembilan butir dari isi nota kesepahaman tersebut juga tercermin dari program nawacita. Sehingga kolaborasi antara Sinergi Nawacita Indonesia (SNCI) dengan ASPRINDO akan dapat berjalan dengan baik sehingga pembangunan UMKM Indonesia dapat terlaksana lebih baik lagi.
Suryo juga mengatakan bahwa tanggal 17 Januari akan dijadikan hari UMKM Indonesia dan direncanakan akan mengundang 5000 UMKM dimana ASPRINDO dalam pelaksanaan akan memegang peranan penting pada hari jadi UMKM tersebut.
Adapun isi dari Sembilan Butir Nota Kesepahaman tersebut, sebagai berikut :
1. Mengharapkan dukungan Bapak Presiden, target kontribusi UMKM terhadap total ekspor non-migas dari 14.17% ( Sumber : Kemenkop RI, Realisasi Semester I 2019 ) menjadi 50% pada akhir 2024. Kebijakan Pemerintah Pusat yang dibutuhkan agar target ekspor non-migas dapat tercapai yaitu :
a) Menyatukan fungsi kelembagaan UMKM di bawah satu atap dan peningkatan peran pelaku UMKM menjadi bagian integral dari kebijakan UMKM 2019-2024 yaitu melalui Omnibus Law Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM.
b) Memperpendek supply chain bahan baku dan barang modal yang diperlukan oleh UMKM dalam rangka meningkatkan kualitas, design dan packaging dalam persaingan global.
2. Mengusulkan proses negosiasi Free Trade Agreement Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor yang akan memudahkan ekspor UMKM.
3. Mengharapkan agar difasilitasi Pelaku UMKM dalam mengembangkan Industri-industri pedesaan dalam rangka substitusi impor dan memenuhi standard internasional.
4. Mendukung Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati dan Walikota untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang proteksi para pelaku UMKM pemula dan penggunaan produksi lokal dalam rangka menciptakan kesinambungan dan kemandirian daerah.
5. Dalam rangka memperkuat kapasitas UMKM, maka pada tiap-tiap daerah/ desa diperlukan industri dan inkubator ber-basis keunggulan dan kearifan daerah ber-orientasi ekspor.
6. Wirausaha yang berpertumbuhan tinggi sebagai cikal bakal wirausaha Ten Ex dan Unicorn perlu di-dukung dengan penerapan kebijakan e-commerce market place dengan komposisi 40% produk lokal dan tax incentive yang dapat merangsang penjualan produk lokal melalui e-commerce termasuk dukungan terhadap produk lokal ber-basis e-commerce.
7. Dalam rangka mengatasi masalah ekspor produk tidak tahan lama, seperti hasil pertanian,hortikultura dan perikanan maka diperlukan suatu kebijakan yang memudahkan agar produk tersebut dapat langsung masuk ke negara tujuan ekspor dalam waktu yang singkat. Kebijakan tersebut adalah melalui kelebihan cargo penumpang yang setelah di akumulasi diberikan ekspor produk UMKM yang tidak tahan lama dengan potongan 50%.
8. Alokasi kredit untuk menggerakan usaha rakyat dari perbankan yang ideal porsinya lebih besar kepada para pelaku UMKM dari pada untuk pelaku usaha besar. Secara teknis kebijakannya untuk diterapkan adalah sebagai berikut:
a) Pemberian KUR (Kredit Usaha Rakyat) porsinya 60% : 40%, sehingga roda ekonomi secara nasional dapat tumbuh dan berkembang di atas 8% per tahun.
b) Suku bunga KUR diharapkan meringankan pelaku UMKM yang saat ini masih dirasakan berat mencapai 7%-8% per tahun dengan pajak 0,5% dari omzet. Idealnya suku bunga KUR maksimum 5% per tahun dengan pajak konstan pada angka 0,5.
9. Pemerintah hendaknya meredistribusi asset-asset produktif, khususnya lahan-lahan tidur dan lahan-lahan HGU yang sudah berakhir, hendaknya dimanfaatkan menjadi satu kesatuan dengan Satu Desa Satu Industri dan UMKM melalui konsep business model inti plasma, dimana plasma (BUMDES, Koperasi dan UMKM) memiliki kepemilikan saham di primary industry (FELDA model).