April 18, 2024

Dialog Publik, Harmoni dalam Hubungan Industrial di Jember

Foto: Saat Dialog Publik Harmonisasi dalam Hubungan Industri di Jember

Jurnalmetropol.com, Jember – Pemerintah Daerah Kabupaten Jember (Disnakertrans) mengadakan dialog publik dalam membangun harmonisasi hubungan industrial. Acara berlangsung di Pendopo Wahyawibawagraha, Senin (12/4/2021).

Adapun narasumber pada kegiatan tersebut diantaranya, Drs Koster Sianipar Ketua SPSI, Drs Imam dari APINDO, Drs Bambang Edy Santoso, M.M,. Plt Kadisnakertrans, Ahmad Hendy Junaedi, Manager Kebun Mumbul mewakili Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP), Dr Aries Harianto, SH,. MH., Wakil III Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember.

Moderator, Agus Dwi Saputro, SH,. MH. dari Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan transmigrasi Kabupaten Jember.

Koster Sianipar, Ketua SPSI Jember, mengatakan, permasalahan industrial di Jember secara umum masih kondusif meskipun masih kekurangan di sana sini. “Jember ini kategori Kabupaten agraris dimana perekonomian ditopang oleh pertanian secara umum. Dan, sektor itu tidak begitu terpengaruh pandemi covid-19. Berbeda dengan industri sangat terpengaruh sekali,”papar Koster.

Diakuinya hampir semua perusahaan di Jember terdampak pandemi sehingga mengalami kesulitan memenuhi hak karyawan. “Ini sudah lebih dari setahun. Oleh karenanya setiap persoalan industrial harus diselesaikan dengan dialog dan musyawarah,”ujarnya.

Menurut dia, pembentukan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tri Partit di setiap perusahaan sangat penting untuk wadah penyelesaian yang muncul.

SPSI Jember, kata Koster, juga bekerja sama dengan Serikat Pekerja lainnya sehingga ada persamaan persepsi dalam memperjuangkan hak-hak karyawan.

Dari pandangan akademisi, Dr Aries Harianto, SH,. MH,. mengatakan, secara hukum ada tumpang tindih aturan sehingga membuat perusahaan dan karyawan menjadi bingung.

“Pemerintah harus hadir dalam permasalahan hubungan industrial sebab ada aturan yang tidak sinkron. Banyak persoalan hukum di lapangan,” Arief mengingatkan.

Selama ini, katanya, UU cipta kerja belum ada disosialisasi secara masif. “Sisi baiknya Omnibuslaw yaitu perusahaan diberi ruang untuk mengadakan pelatihan kerja. Fakta yang jelek, outsourcing dihapus diganti Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT),”jelas Arief.

“Ketika seorang karyawan sepakat dengan perusahaan dengan gaji di bawah UMK dan ditandatangani PKWTT tidak membatasi waktu sehingga peluang menjadi karyawan tetap sulit tercapai,”Arief menjelaskan kepada audien.

Menyinggung soal berdirinya Serikat Pekerja, “Itu bersifat hak ( UU no.21/20) Perusahaan tidak boleh menghalangi atau menyuruh terbentuknya Serikat Pekerja,”pungkas Areif.

Arief berkeyakinan permasalahan industrial bisa diselesaikan secara arif. (Sigit)

 

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *