Jurnalmetropol.com, Jakarta – Nasabah perusahaan pialang PT Rifan Financindo Berjangka (RIFAN) menganggap bahwa Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) justru melindungi kecurangan dan kejahatan PT RIFAN.
Seyogyanya Pemerintah melalui Bappebti itu memberi pengayoman kepada nasabah atau masyarakat dan bukan malah ‘bermain mata’ dengan perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum.
Hal itu disampaikan oleh Roedyanto, nasabah PT RIFAN yang mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah. Keadaan tersebut terjadi akibat praktik penipuan, penggelapan dana serta upaya pencucian uang oleh pihak perusahaan dengan bahasa recovery atau pemulihan agar untung.
Saat ini pihak Bappebti mencatat izin yang diberikan kepada pihak PT RIFAN dengan No: 08/Bappebti/SI/XII/2000.
“Saya telah mengalami kerugian hingga kurang lebih Rp15,5 miliar. Persoalan ini telah saya keluhkan kepada pihak Bappebti, namun tidak ada respons yang memadai. Kesan saya atau saya berpikir bahwa pihak Bappebti tidak memperdulikan masyarakat atau nasabah dan cenderung mengayomi perusahaan-perusahaan pialang termasuk pihak PT RIFAN. Saya tidak paham mengapa Bappebti sebagai regulator di bidang itu tidak melakukan tindakan, seperti misalnya membekukan izin PT RIFAN dan menghentikan operasionalnya sambil melakukan penelusuran tingkat kejahatan yang diadukan masyarakat,“demikian Roedyanto kepada wartawan di Jakarta, baru-baru ini.
Kredibilitas dan Integritas Bappebti Buruk Menurut dia, ironisnya pihak Bappebti telah membiarkan pelanggaran yang merugikan nasabah dengan berbagai alasan, padahal pihak Bappebti telah memiliki bukti pelanggaran yang dilakukan oleh PT RIFAN.
Hal ini memunculkan pertanyaan serius terkait integritas pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan melalui Bappebti. Bisa saja pihak pejabat di Kementerian Perdagangan juga memberi kesempatan kepada manajemen Bappepti untuk lebih berpihak kepada perusahaan pialang sebagaimana terhadap PT RIFAN tersebut.
Roediyanto mengatakan, dua karyawan PT Rifan Financindo Berjangka atau PT RIFAN, yaitu Sdri Amel dan Christin, telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tugasnya, tetapi dibiarkan oleh Bappebti, yaitu:
1. Menjanjikan keuntungan di luar kewajaran yang bertentangan dengan Pasal 57 Ayat 2 Huruf d Undang-Undang (UU) No. 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Pasal 4 Ayat 1 Huruf b tentang Peraturan Bappebti No. 8/2019.
2. Mengelola dana nasabah secara langsung yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
“Hal itu saya alami sendiri, dimana dana yang saya setor sebesar ratusan juta beberapa kali dan miliaran rupiah terus-menerus mereka sendiri yang memutarnya. Jadi, fungsi Wakil Pialang Berjangka (WPB) itu apa? Sebab, sesuai peraturan yang ada pihak yang dampingi nasabahnya harus WPB yang bernama Devi Suci Sulfita. Dan bukan staf-staf marketing atau pemasaran,”katanya.
Dia menambahkan, ketika meminta terlibat langsung untuk berdagang sebagai trader tidak diberi kesempatan. Malahan dituntun sesuai kebutuhan mereka dan dijerumuskan dengan mengatakan akan menang banyak, tetapi mereka memantau atau mengendalikan pergerakan nasabahnya.
“Ketika saya merasa tidak sesuai lagi yang mereka janjikan dan menyampaikan akan keluar saat itulah Christin memberi informasi sesat yang mematikan, yaitu saat The FED di Amerika Serikat umumkan suku bunga yang mempengaruhi harga emas di seluruh dunia termasuk Indonesia,”jelasnya.
Dikatakannya bahwa semua orang akan menunggu pengumuman itu, tetapi Christin mendesak saya memasang hingga 50 lot sekaligus. Itu hal yang gila, namun ia menjamini akan untung banyak. Dan itu yang terjadi, dimana ketika pada kondisi puncak untuk menang, mereka langsung mengunci dalam hitungan detik.
“Dan uang saya miliaran jatuh atau hilang menjadi keuntungann mereka. Dan mereka pasti tertawa terbahak-bahak dan tepuk tangan di depan screen komputer mereka ketika dalam hitungan menit meraup ratusan bahkan miliaran rupiah uang nasabahnya. Itu pembodohan, itu perampokan,”demikian Roedyanto.
Palsu dan Menyesatkan disebutkan pula bahwa ketika hal itu ditanyakan melalui telepon malah tidak diangkat. Melalui komunikasi WhatApps (WA) justru dibiarkan beberapa saat kemudian dibalas bahwa trader atau pelaku tidak cekatan mengeksekusi pergerakan. Kenyataannya malah BUNTUNG BESAR karena memberi informasi sepotong-sepotong yang sangat membingungkan.
Hal itu memang disengaja agar nasabah penasaran. Nah, itulah satu cara dari sekian cara mereka untuk memperdaya nasabah atau trader untuk menguras uang nasabahnya.
Selain itu, Roedyanto menambahkan, kedua karyawan tersebut diduga menggunakan berbagai cara untuk memanipulasi kepercayaan nasabah, seperti melakukan komunikasi intensif dan memberikan janji-janji palsu dan menyesatkan tentang keuntungan besar dalam waktu singkat.
Dan secara terang-terangan atau terbuka menjerumuskan nasabah untuk keuntungan sepihak perusahaan pialang. Kenyataannya hal itu bisa merupakan upaya penipuan dan tindakan pencucian uang yang sangat berkaitan dengan Pasal 45 jo Pasal 27 UU No.19/ 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang merupakan pelanggaran hukum.
Contohnya, ketika Roedyanto memasang 5 miliar rupiah lalu tiba-tiba grafiknya langsung turun. Sebetulnya pada posisi itu Roedyanto sudah untuk 2 miliar rupiah, tetapi kenyataannya justru dimasukkan ke new balances atau bahasa kerennya ke modal taruhan, padahal semestinya sudah masuk ke equity atau modal tersimpan milik Roedyanto.
Artinya, 5 miliar rupiah itu terbuang atau hilang begitu saja. Hal semacam itu sudah dua kali terjadi. Dan saya sudah tahu trick kejahatan mereka.
Menurut dia, satu hand-phone atau HP diharuskan satu akun, sehingga tidak ada kesempatan bagi nasabah untuk memantau pergerakan hasil trading yang sedang berlangsung. Dan kenyataannya nasabah tidak masuk ke equity atau modal nasabah sendiri yang semestinya sudah menjadi hak nasabah. Untuk masuk ke equity atau profit (untung), maka tindakan sell harus lebih besar dari buy.
“Contoh, ambil 100 lot lalu sell atau jual, kemudian ambil 50 lot lalu buy atau beli. Apabila itu turun, maka saya akan profit, namun kenyataannya tidak demikian. Sebab, angka terbesar sell di angka 1920, sedangkan untuk buy angka terbesar di 1995 dan itu dimasukkan ke new balance atau jadi modal lagi. Hal ini aneh dan tidak masuk akal alias tipu muslihat pialang belaka. Nah, ini fakta kejahatan yang lebih parah dari judi,”Roedyanto menegaskan.
Selanjutnya Roedyanto mengungkapkan bahwa menurut Pasal 68 UU No.10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi bahwa pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bappebti diberi kewenangan sebagai penyidik. Para penyidik itu wajib menerima laporan atau pengaduan tentang dugaan perbuatan melawan hukum termasuk melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau pengaduan nasabah. Seterusnya penyidik sipil itu wajib memanggil, memeriksa dan meminta keterangan dari para pihak sebagai saksi.
“Bahkan penyidik sipil tersebut berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan atau dokumen lain yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang perdagangan berjangka termasuk penggeledahan. Namun. Hal itu tidak dilakukan oleh pihak Bappebti walaupun saya sudah beberapa kali membuat laporan pengaduan,”kata Roedyanto sambil menambahkan bahwa dia tidak akan berhenti menuntut haknya terkait transparansi perlindungan hukum bagi nasabah perdagangan berjangka.**(Sumber)