Jurnalmetropol.com, Jayapura – Penembakan warga Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) etnis Toraja yang terjadi pada hari Rabu (8/1/25) di Kampung Hobakma, Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo. Atas nama korban Entrium Dore 39 tahun dan Abineno Tadous 65 tahun, mendapat kecaman dari Ketua KKSS Papua, H. Mansur.
Dari penembakan oleh pelaku yang disebut aparat sebagai Orang Tak Dikenal (OTK) tersebut, diminta oleh KKSS untuk bisa dilakukan penegakan hukum.
H. Mansur sebagai pengayom masyarakat KKSS di Papua meminta kepada aparat keamanan agar memberikan klarifikasi dengan baik dan meminta keluarga bersama KKSS bisa membiaya untuk dipulangkan ke Palopo Sulsel termasuk diberikan biaya santunan kepada keluarganya.
Dikatakannya H. Mansur, ini karena korban adalah pekerja biasa dan warga masyarakat sipil, sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan politik.
“Harusnya bisa dipilah mana yang bisa diajak perang mana yang berstatus masyarakat sipil yang tidak paham soal kebijakan pemerintahan dan politik negara. Saya harap pemerintah dan aparat keamanan harus mengusut ini,”tegas Mansur, seperti dikutip media dari koran harian Jayapura terbit pada Kamis (9/1/25).
Mansur juga menyindir karena selama ini Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) selalu memiliki senjata dan amunisi. Harusnya diselidiki sumber darimana perolehan senjata api yang selama ini marak dipergunakan oleh KKB.
Oleh karena itu, KKSS meminta kementerian HAM RI ikut menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa mudah sekali menggunakan senjata api dalam melakukan aksi kejahatan kriminal.
“Darimana kelompok ini bisa memperoleh senjata maupun amunisinya?,”tanya Mansur. “Kalau itu pasukan dari negara PNG tidak mungkin karena sangat jauh dan rentang hutan belantara, ini harus dicermati oleh Pemerintahan Presiden Prabowo Subiyanto, Kami meminta kejadian seperti ini bisa ditindak tegas apalagi jika dilakukan dengan čara yang tidak manusiawi,”terangnya.
H. Mansur menyatakan banyak warga KKSS yang hidup di Papua bekerja mencari nafkah tanpa mengganggu dan merugikan orang lain sehingga salah jika menjadikan warga sipil sebagai sasaran kekerasan atau sasaran penembakan.
“Kami sangat menyesalkan peristiwa ini, jangan sampai peristiwa demi peristiwa terus berulang dan tidak ada tindakan tegas dari aparat keamanan maupun pemerintah. Termasuk jika harus dipulangkan tentu membutuhkan biaya. Kami pikir ini juga perlu dipikirkan,”tandasnya.
Sementara Polda Papua akhirnya angkat suara terkait insiden tewasnya dua pekerja kayu tersebut. Kapolda Papua, Irjend Pol Patrige Renwarin menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memastikan jika aksi tersebut melibatkan kelompok Aske Mabel. Namun yang jelas hingga kini ada tim yang tengah melakukan pengejaran para pelaku.
“Hasil pemeriksaan diketahui korban meninggal karena tembakan senjata api dan pembacokan alat tajam. Jadi kalau kita lihat dari luka bekas tembakan, satu orang korban ditembak dari jarak jauh, sementara satu lainnya meninggal karena alat tajam saat melarikan diri,”jelas Kapolda Papua Patrige Renwarin, kepada Wartawan di Mapolda Papua, pada Kamis (9/1/25).
Untuk kedua korban masing masing telah dievakuasi ke rumah sakit terdekat dan akan dipulangkan ke kampung halamannya di Palopo Sulawesi Selatan. “Awalnya memang hanya satu korban yang dievakuasi, namun tidak lama berselang tim kami di TKP mendapatkan satu korban yang melarikan diri, dan semuanya sudah dievakuasi,”jelasnya.
Pihaknya juga belum bisa memastikan apakah aksi kekerasan tersebut ada kaitannya dengan keterlibatan kelompok Aske Mabel mengingat di TKP tidak ditemukan barang bukti yang valid.
“Kami belum bisa pastikan, karena di TKP kami tidak mendapatkan bekas peluru atau sajam, namun memang sejak Aske Mabel keluar dari tubuh Polri aksi-aksi kekerasan di Yalimo mulai muncul,”bebernya.
Untuk kebutuhan penyelidikan Polda Papua menyiapkari tim Dokkes rumah sakit. Nantinya tim akan menyelidiki kasus tersebut menggunakan peralatan teknologi forensik.
“Karena saat kejadian tidak ada saksi, lalu personel tidak menemukan bekas proyektil jadi kami akan gunakan teknologi forensik untuk menyelidik para pelaku,”jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, karena berkaitan dengan tindakan kekerasan, maka langkah yang diambil Polda Papua memburu pelaku yang tentunya dengan tindakan preventif. “Hari ini 30 personel Tim Damai Cartens gabungan Jayapura dan Timika, sudah tiba di TKP,”beber Patrige.
Patrige juga mengatakan, selama ini wilayah Hukum Yalimo tidak pernah terjadi kekerasan bersenjata, namun saat Pok Aske Mabel membawa kabur senjata mulai terjadi namun hal itu masih dalam dugaan sebab polisi belum menemukan bukti bahwa Aske Mabel ada di wilayah hukum Yalimo.
“Kita masih bertanya tanya apakah pelaku ini tim yang dibentuk Aske Mabel atau kelompok lain, tapi memang 5 bulan pasca Aske bawa kabur senjata, aksi kekerasan di Yalimo mulai meningkat,”jelas Patrige diakhir kesempatan tersebut. (Sumber/red)