Jurnalmetropol.com, Jakarta — Bagi para pelaku usaha kondisi industri logistik Indonesia saat ini menunjukan trend yang kurang menggembirakan. Kondisinya berbeda dengan pelaku industri multinasional yang menguasai jalur dari hulu ke hilir.
Karena itu, agar para pelaku usaha logistik di dalam negeri meningkat kemampuannya, pemerintah perlu mendorong dua faktor di sektor transportasi. Pertama, standarisasi tarif logistik. Kedua, peningkatan kompetensi pengemudi.
Demikian dikemukakan Ketua Umum Klub Logindo, Mustajab Susilo Basuki, pada acara buka puasa bersama para wartawan di Jakarta, pada Selasa (25/3/25).
“Adanya pedoman tarif menjadi acuan bagi para pelaku industri logistik,”imbuhnya.
Di samping itu, pedoman tarif juga akan membuat persaingan menjadi lebih sehat. Begitupun pemeliharaan atau perawatan kendaraan akan bisa lebih diperhatikan karena para pengusaha bisa mengalokasikan hasil usahanya untuk hal tersebut.
Sebagai ujung tombak logistik, Klub Logindo menilai peran pengemudi sangat besar. Karena itu Klub Logindo mengharapkan agar para pengemudi dibekali kompetensi sesuai dengan ketentuan berkendara yang baik dan aman.
“Kita prihatin sebagian besar peristiwa kecelakaan di jalan raya disebabkan faktor pengemudi,”tutur Mustajab.
Karena itu untuk meningkatkan kompetensi pengemudi, beberapa waktu terakhir Klub Logindo menginisiasi kerja sama pelatihan pengemudi untuk mendapatkan sertifikasi, selain Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai lisensi berkendara.
Tentang kepemilikan SIM bagi para pengemudi, Klub Logindo mengharapkan jenjangnya bisa dipangkas. Misalnya saja, menurut Mustajab, untuk pengemudi yang berprofesi sebagai sopir truk yang mengharuskan memegang SIM B2 Umum, tidak harus melewati jenjang SIM A polos, SIM A Umum, B1 dan seterusnya. Melainkan dipercepat prosesnya dari SIM A langsung ke B2 Umum. Yang terpenting sudah memiliki kompetensi untuk mengoperasikan truk tersebut berdasarkan sertifikasi.
Klub Logindo meyakini pengemudi yang sudah memiliki kompetensi akan menolak untuk mengoperasikan truk yang tidak laik jalan. Dengan demikian, potensi kecelakaan bisa dihindari.
Dari sisi eksternal, Klub Logindo mengharapkan agar ekosistem logistik benar-benar bisa diwujudkan terutama yang menyangkut sirkel angkutan barang pola 24/7. Sekarang ini baru pelabuhan yang melaksanakan pola 24/7, sedangkan inventory maupun gudang pabrik masih banyak yang menggunakan pola 8 jam kerja. Akibatnya, meskipun barang sudah sampai di gudang, proses bongkar harus menunggu jam kerja keesokan harinya. Selain menjadi tidak produktif, hal itu juga menjadi pemicu oversuply kendaraan truk.
“Jika ekosistem logistik semuanya sudah menggunakan pola 24/7, maka jumlah truk yang beroperasi sudah pasti berkurang. Itu akan berdampak terhadap kelancaran arus lalu lintas di jalan raya,”katanya.
Klub Logindo mengharapkan agar pemerintah sebagai regulator concern terhadap dua faktor yakni pedoman tarif serta kompetensi pengemudi agar industri logistik Indonesia semakin berdaya saing menyongsong Indonesia Emas 2045. (Risyaji)